Sunday, March 17, 2019

Penasaran

Aku ingin tahu. Hal apakah persisnya yang "mencegahku" dari melakukan bunuh diri? Apakah benar-benar karena agama melarangnya; ataukah hanya karena pertimbangan sosial--mengingat bahwa bunuh diri bukanlah cara mati yang umum; ataukah karena aku saja yang pengecut?

Ah, aku juga gelisah tentang siapa sebenarnya yang pengecut itu. Apakah orang yang muak dan menyerah--yang kemudian memutuskan untuk mengakhiri hidupnya itu yang boleh kita sebut sebagai pengecut; ataukah justru merekalah yang pura-pura kuat--padahal terlalu lemah dan takut untuk mati yang lebih layak disebut pengecut? Tidakkah sebaiknya kita mengakui itu; fakta bahwa mereka yang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri ialah orang-orang yang memiliki suatu keberanian yang sama sekali tak kita miliki?

Begitulah hingga aku pun bingung sendiri. Namun yang jelas, tak akan aku sangkal jika ada orang yang mengatakan bahwa aku memiliki--sedikit--kecenderungan terhadap kematian. Aku sungguh penasaran tentang bagaimana rasanya menjadi mati. Sehingga apabila rasa penasaran itu memuncak, aku kerap kali bertanya-tanya pada diriku sendiri mengenai kemungkinanku untuk menempuh jalan pintas menuju kematian itu--bunuh diri.

Namun begitu, aku juga sama ragunya terhadap apa yang akan aku lakukan jika ancaman kematian itu sedang mendekat. Seperti misalnya ketika ada orang yang tiba-tiba menodongkan pistol ke arahku; atau ketika terpeleset dari gedung lantai tujuh; atau jika aku tenggelam di lautan--apa yang saat itu akan aku lakukan? Apakah aku akan menikmatinya, sebagai tanda kerinduanku terhadap apa yang akan terjadi selanjutnya? Ataukah aku akan sama saja dengan orang-orang; mencoba melawan, kabur, bertahan, dan melakukan upaya apa saja yang siapa tahu menggagalkan kematian itu?

----

Pada saat yang sama, selain tertarik untuk mengetahui bagaimana rasanya mati, ternyata aku juga sungguh penasaran terhadap apa-yang-selanjutnya di kehidupan ini. Aku bertanya-tanya: Jika aku mati, apa "yang selanjutnya" di kehidupan ini? Pun demikian, jika aku tetap hidup, apakah "yang selanjutnya"?

Yang membuatnya semakin menarik (atau dalam bahasa lain semakin membuatku tersiksa) adalah dua keingintahuan itu yang saling bertolak belakang. Secara logis, aku jelas tak bisa mengalami kematian sementara pada yang saat yang sama aku pun tetap hidup menjalani "yang selanjutnya".

Ataukah sebenarnya ini semua hanyalah permainan dilematis? Saling mengungguli-mengalahkan antara dua keingintahuan itu. Dan apakah ternyata hal itulah yang membuatku bertahan tak melakukan bunuh diri--setidaknya sampai saat ini? Fakta bahwa ternyata rasa penasaranku terhadap kematian tak cukup besar hingga tak pernah mampu mengalahkan rasa penasaranku tentang "yang selanjutnya" dalam kehidupan. Fakta bahwa aku ternyata selalu lebih tertarik untuk mengalami dan mengetahui "yang selanjutnya", dibanding ketertarikanku untuk mengalami mati.

Ataukah aku cuma takut saja?