Tuesday, December 19, 2017

Mengundang Penyesalan

Suatu ketika, ada seseorang yang kena marah gara-gara statusnya di Pesbuk. Status yang dianggap sangat kontroversial itu sontak membuat penghuni negeri kenangan menjadi gaduh, membuat langit menjadi biru dan sampai-sampai matahari pun dikabarkan akan tenggelam maghrib nanti.

Seluruh penduduk di negeri kenangan sudah kadung sakit hati. Bukan hanya ngomel-ngomel via medsos, mereka juga menempuh berbagai cara guna membungkam si pemilik status tersebut. Bahkan, berkas penggugatan terhadap si pemilik status telah sampai dan sedang dikaji oleh pengadilan penyesalan.

Sebenarnya mereka tidak mengharapkan si pelaku dipenjara. Hanya memenjarakan si pelaku tidak cukup memuaskan mereka. Mereka ingin lebih. Mengutuknya dengan penyesalan mungkin dapat menjadi obat. Ya, hanya dengan mengirimnya ke jurang penyesalanlah hukuman yang setimpal dengan perbuatannya itu. Si empunya status dapat mengakui kesalahannya secara tulus, sampai berani menghaturkan sembah maafnya di hadapan publik masa lalu, inilah yang--setidaknya akan sedikit--melegakan perasaan masyarakat kenangan.

Pasalnya, masalah ini sangat serius. Kontroversi yang dimunculkan oleh si pelaku bukanlah sekadar sensasi sembarangan. Tidak seperti penistaannya Ahok yang masih debatable, perkara yang mengguncang negeri kenangan ini sudah menjadi kesepakatan sosial yang universal. Seluruh komponen yang terdapat di masa silam sudah sekomando-sesuara, sejak kepala hingga kaki, mereka sepakat bahwa si terlapor telah bersalah. Oleh sebab itu, maka mereka pun tidak lagi membutuhkan perdebatan semacam ILC.

Meski berkas proseduralnya masih dikaji, pengadilan sosial warga kenangan telah bekerja. Tagline di media sudah seragam dan menyebar secara luas dan rata. Dengan natural, mereka sudah terlanjur menghakimi sang terlapor ini sebagai si pelaku. Maka keputusan rakyat sudah final dan bulat. Keputusan yang akan diumumkan oleh pengadilan hanya dianggap sebagai formalitas belaka.

Tokoh sesepuh yang dikenal amat bijaksana pun sampai tidak mempunyai cukup kebijaksanaan untuk menunggu keputusan pengadilan itu. Beliau-beliau itu telah memilih untuk bersuara sama dengan masyarakat pada umumnya. Hanya saja, kegaduhan yang terjadi, serta kesepakatan alamiah yang berjalan di sana, tidak sampai membuat para tokoh terhormat itu terinspirasi untuk menggelar bisnis aksi-aksian.

Gelinding penasaran akhirnya mendarat juga di pelataran dada seorang pengamat dari luar negeri. Kira-kira, status Pesbuk macam apakah yang dapat membuat negeri kenangan yang sedemikian tenang itu kini menjadi gaduh dan ramai. Ia pun melakukan penelitian. Dan ketika jarinya sampai ke judul berita yang telah viral di negeri kenangan itu, wajahnya pun memerah menahan amarah; dahinya mengerut; matanya memicing; napasnya hingga tak teratur.

Sekejap kemudian, mulutnya pun tak sabar lagi untuk segera mengomentari, atau tepatnya mencaci maki: "Brengsek nian orang ini! Bajingan betul! Aset agung nan mulia milik negeri kenangan, yaitu mantan, secara ringan dan terang-terangan ia samakan dengan tai, barang bau, hina dan rendahan! Kurang ajar benar! Bersabarlah, duhai warga kenangan, bersabarlah. Sebab, siapa berani merendahkan mantan, maka sesungguhnya ia mengundang penyesalan! Penyesalan akan datang, kunyuk..!!"

----
Perjalanan menuju Ciasem, Subang, 19 Desember 2017

No comments:

Post a Comment